Key takeaways:
Global:
- AS–Tiongkok: Trump berencana menerapkan tarif 100% dan pembatasan ekspor perangkat lunak mulai 1 November 2025.
- Jepang: PM baru Sanae Takaichi menegaskan komitmen menjaga stabilitas ekonomi.
- AS:ADP turun 32 ribu, memperkuat ekspektasi The Fed memangkas suku bunga; yield Treasury 10Y turun ke 4,03%.
- Tiongkok: Aktivitas manufaktur tetap terkontraksi (49,8).
- Jerman: Ekonomi tumbuh 0,2%, ditopang stimulus fiskal yang lebih agresif.
Domestic:
- Inflasi September: naik ke 2,65% YoY, terutama karena kenaikan harga pangan.
- IHSG: menguat tipis 0,08% ke 8.257,9, mencerminkan ketahanan pasar.
- SUN 10Y:yield turun ke 6,06%, menunjukkan kuatnya permintaan domestik.
- Rupiah:stabil di Rp16.550/USD, menguat tipis 0,03% berkat stabilitas makro dan aliran dana domestik.
Ketegangan Dagang Memanas, Indonesia Justru Menunjukkan Daya Tahan
Minggu pertama Oktober 2025 menandai babak baru dalam dinamika ekonomi global. Meskipun ketegangan dagang kembali memanas dan data ekonomi Amerika Serikat menunjukkan tanda pelemahan, pasar Indonesia justru memperlihatkan ketahanan yang luar biasa. Kombinasi inflasi yang terkendali, surplus perdagangan yang solid, dan penguatan rupiah menjadi bukti bahwa fundamental ekonomi nasional masih kokoh menghadapi badai global.
Sentimen Global: Dari Washington hingga Beijing
Ketegangan dagang kembali menjadi sorotan setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana penerapan tarif tambahan 100% terhadap Tiongkok, sekaligus pembatasan ekspor perangkat lunak strategis mulai 1 November 2025. Keputusan ini mengguncang pasar keuangan global. indeks S&P 500 dan Nasdaq terkoreksi masing-masing 2,7% dan 3,5%, mencerminkan meningkatnya kekhawatiran investor terhadap rantai pasok global.
Di Asia, Jepang baru saja menyambut Perdana Menteri baru, Sanae Takaichi, yang menegaskan komitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi sambil melanjutkan kebijakan fiskal ekspansif. Pergantian kepemimpinan ini dianggap sebagai sinyal positif bagi keberlanjutan reformasi ekonomi Negeri Sakura
Sementara itu, data ketenagakerjaan AS melemah (ADP – Automatic Data Processing Employment) turun 32 ribu), memperkuat ekspektasi pasar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan Oktober mendatang. Yield US Treasury 10 tahun pun turun ke 4,03%, level terendah dalam tiga bulan terakhir.
Dari sisi Asia Timur, aktivitas manufaktur Tiongkok masih terkontraksi di 49,8 poin, menunjukkan pemulihan yang belum stabil. Sebaliknya, Eropa mulai menunjukkan perbaikan, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Jerman naik tipis ke 0,2%, didorong oleh stimulus fiskal yang lebih agresif.
Domestik: Stabilitas Jadi Daya Tahan Utama
Di tengah tekanan eksternal, ekonomi Indonesia tetap menunjukkan daya tahan yang kuat.
Inflasi September tercatat 2,65% YoY, naik dari 2,3% pada bulan sebelumnya, terutama karena kenaikan harga pangan. Namun inflasi inti tetap stabil di 2,19% menandakan tekanan harga masih bersifat sementara.
Di pasar keuangan, IHSG menutup pekan dengan penguatan tipis 0,08% ke level 8.257,9, mencerminkan optimisme investor terhadap prospek domestik meski gejolak global belum mereda. Sementara itu, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun turun ke 6,06%, menandakan tingginya minat investor terhadap aset berisiko rendah dan kepercayaan terhadap stabilitas fiskal nasional.
Kinerja mata uang juga tetap solid, rupiah stabil di kisaran Rp16.550 per dolar AS, menguat tipis 0,03%, didukung oleh arus dana domestik ke instrumen pendapatan tetap dan persepsi positif terhadap makroekonomi Indonesia.
Dari sektor eksternal, surplus neraca perdagangan Indonesia melebar signifikan menjadi USD 5,49 miliar pada Agustus 2025, melonjak dari USD 2,78 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya dan jauh melampaui ekspektasi pasar sebesar USD 3,99 miliar.
Capital & Fund Performance:


Ayovest’s Wrap : Saatnya Optimalkan Portofolio
Minggu ini kembali menegaskan bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih solid meski tekanan global belum mereda. Kombinasi inflasi yang terkendali, neraca perdagangan surplus, dan permintaan domestik yang kuat menjadi bantalan utama stabilitas ekonomi nasional.
Dari perspektif investasi, kondisi ini membuka peluang menarik bagi investor reksa dana:
- Menambah eksposur di reksa dana pendapatan tetap dan pasar uang dengan memanfaatkan tren penurunan yield global.
- Melakukan diversifikasi ke sektor konsumsi dan infrastruktur, yang berpotensi diuntungkan dari stabilitas inflasi dan stimulus fiskal pemerintah.
- Menjaga disiplin investasi jangka panjang di tengah ketidakpastian eksternal yang masih tinggi.
Bagi investor, diversifikasi portofolio menjadi kunci utama menghadapi gejolak global. Dengan strategi yang disiplin dan fokus jangka panjang, peluang pertumbuhan tetap terbuka lebar, bahkan di tengah ketidakpastian. Download Aplikasi Ayovest sekarang di App Store atau Google Play Store, dan mulai investasimu hari ini!
DISCLAIMER: INVESTASI MELALUI REKSA DANA MENGANDUNG RISIKO. SEBELUM MEMUTUSKAN BERINVESTASI, CALON INVESTOR WAJIB MEMBACA DAN MEMAHAMI PROSPEKTUS. KINERJA MASA LALU TIDAK MENJAMIN/ MENCERMINKAN INDIKASI KINERJA DI MASA YANG AKAN DATANG.
Reksa dana merupakan produk Pasar Modal dan bukan produk yang diterbitkan oleh Agen Penjual Efek Reksa Dana. PT Generasi Paham Investasi selaku Agen Penjual Efek Reksa Dana tidak bertanggung jawab atas tuntutan dan risiko pengelolaan portofolio reksa dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Investor wajib membaca dan memahami Fund Fact Sheet dan Prospektus dari produk yang diterbitkan oleh Manajer Investasi untuk kebutuhan informasi dan bukan merupakan suatu bentuk penawaran atau rekomendasi untuk membeli atau permintaan untuk menjual. Kinerja masa lalu tidak serta merta menjadi petunjuk untuk kinerja di masa mendatang, dan bukan juga merupakan perkiraan yang dibuat untuk memberikan indikasi mengenai kinerja atau kecenderungannya di masa mendatang.