Key Takeaways:
Global:
- AS kirim sinyal campuran: PHK naik 183% YoY, tapi sektor swasta tambah 38 ribu pekerjaan; ISM Jasa ekspansi (52,2) sementara manufaktur kontraksi (48,7).
- The Fed berhati-hati: Peluang pemangkasan suku bunga Desember naik ke 66,9%, namun ekspansi neraca hanya untuk jaga likuiditas.
- Ekspor Tiongkok turun 1,1% YoY, pertama sejak Februari, akibat anjloknya pengiriman ke AS >25%.
- Inggris alami paradoks energi: harga grosir turun, tagihan rumah tangga naik.
- Jepang longgarkan fiskal, sinyalkan kebijakan reflasi ala Abenomics (perubahan strategis dalam kebijakan ekonomi pemerintah Jepang yang bertujuan untuk menghidupkan kembali pertumbuhan dan memerangi deflasi (atau stagnasi inflasi) yang telah berlangsung lama) .
Domestic:
- Ekonomi Indonesia tumbuh 5,04% YoY pada Q3-2025, menegaskan daya tahan di tengah pelemahan global.
- IHSG menguat 2,83% dalam sepekan, menembus level 8.394,59.
- Rupiah relatif stabil di kisaran Rp16.690/USD, didukung oleh cadangan devisa yang naik ke US$149,9 miliar.
- Inflasi Oktober naik ke 2,86% YoY.
- Yield obligasi pemerintah (SUN) tenor 10 tahun naik ke 6,14%, mencerminkan kehati-hatian investor di tengah dinamika global.
Sentimen Global: Mixed Signal dari The Fed dan Perlambatan Tiongkok
Pekan pertama November ditandai dengan sinyal beragam dari Amerika Serikat. Pasar tenaga kerja menunjukkan ketidakkonsistenan, lonjakan PHK sebesar 175% YoY diimbangi kenaikan 42.000 pekerjaan baru di sektor swasta. Dalam laporan Indeks Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan Indeks sektor Jasa naik ke 52,4, hal ini menandakan ekspansi di sektor ekonomi terbesar AS, namun sektor manufaktur kembali kontraksi di 48,7.
Presiden Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed)- New York, John Williams, menegaskan bahwa ekspansi neraca keuangan bukan sinyal pelonggaran, melainkan upaya menjaga likuiditas. Sementara para pelaku pasar menilai adanya peluang sebesar 66,9% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dari 4,25% ke 4,00% pada Desember ini yang menimbulkan optimisme hati-hati di pasar obligasi.
Di sisi lain, ekspor Tiongkok anjlok 1,1% YoY pada Oktober, penurunan pertama sejak Februari, dipicu turunnya pengiriman ke AS lebih dari 25%. Kondisi ini memperkuat kekhawatiran perlambatan lanjutan di ekonomi Tiongkok yang masih bergulat dengan krisis properti dan lemahnya konsumsi domestik.
Sementara itu, Inggris menghadapi paradoks energi: harga grosir listrik turun, namun tagihan rumah tangga naik akibat biaya jaringan dan kebijakan energi hijau. Fenomena ini menciptakan kesenjangan, di mana keuntungan penurunan harga pasar hanya dirasakan oleh pemasok, sementara konsumen terus menghadapi kemiskinan energi akut akibat biaya non komoditas yang dibebankan.Di Jepang, PM Sanae Takaichi melonggarkan target anggaran untuk menghidupkan kembali kebijakan reflasi ala Shinzo Abe langkah yang menandakan perubahan signifikan arah fiskal Asia Timur.
Sentimen Domestik: Data Ekonomi Jadi Penopang Sentimen Positif
Perekonomian Indonesia pada kuartal ketiga 2025 kembali mengirim sinyal ketahanan yang impresif di tengah badai pelemahan ekonomi global. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) yang mencapai 5,04% secara tahunan (Year-on-Year). Angka ini menegaskan fundamental domestik yang solid, terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tetap menjadi pilar utama.
Dampak positif dari ketahanan ekonomi ini sontak disambut euforia di pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatatkan kinerja cemerlang sepanjang pekan lalu.
- Rekor IHSG: Didorong capital inflow dan optimisme domestik merupkan dua faktor yang saling berkaitan dan dapat mendorong penguatan ekonomi. Capital iflow atau aliran modal asing menjadi indikator kepercayaan terhadap perkembangan ekonomi suatu negara tetap tinggi, sementara optimisme domestik yang dimaksud disini mencerminkan keyakinan masyarakat dan investor lokal terhadap kondisi ekonomi saat ini dan masa depan yang dapat diukur dengan Indeks Keyakinan Konsumen. Ketika keduanya meningkat, mereka memperkuat fundamental pasar, menguatkan nilai tukar mata uang, dan berpotensi menaikkan indeks saham. IHSG melesat 2,83% dalam sepekan, menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah di level 8.394,59. Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan gairah investasi yang kuat, menandakan keyakinan investor terhadap prospek laba korporasi.
Sementara itu, stabilitas moneter juga terjaga. Nilai tukar Rupiah relatif stabil, bergerak di kisaran Rp16.690 per dolar AS, berkat dukungan kuat dari Cadangan Devisa yang kini kokoh di level US$149,9 miliar. Posisi cadangan ini memberikan bantalan yang cukup bagi Bank Indonesia (BI) untuk menjaga volatilitas mata uang.
Di sisi lain, tantangan tetap menyelimuti pasar uang. Kenaikan Inflasi pada Oktober menjadi 2,86% secara tahunan (YoY), meskipun masih dalam rentang target BI, memerlukan kewaspadaan. Imbasnya, di pasar surat utang, investor menunjukkan sikap hati-hati yang tercermin dari kenaikan yield obligasi pemerintah (SUN) tenor 10 tahun, yang kini berada di level 6,19%. Kenaikan yield ini mengindikasikan adanya penyesuaian harga di tengah dinamika kebijakan moneter global dan ekspektasi domestik.
Capital Market & Fund Performance Review


Ayovest’s Wrap :
Fundamental ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan yang kuat. Pertumbuhan PDB stabil di atas 5%, inflasi terkendali, dan cadangan devisa meningkat menjadi penopang kepercayaan investor. Di sisi pasar, investor mulai mengalihkan portofolio ke aset berisiko moderat dengan fokus pada obligasi pemerintah bertenor menengah, sejalan dengan prospek makro yang positif.
Bagi investor, momentum ini dapat dimanfaatkan dengan strategi yang seimbang:
- Mempertahankan posisi di obligasi pemerintah, mengingat imbal hasil masih menarik dengan inflasi yang terkendali.
- Melakukan diversifikasi portofolio, sambil mengantisipasi risiko eksternal seperti perlambatan ekonomi Tiongkok dan perubahan arah kebijakan moneter global.
- Meningkatkan eksposur di pasar saham, khususnya sektor-sektor yang diuntungkan oleh stimulus fiskal dan transformasi digital.
Pekan pertama November menegaskan bahwa Indonesia tetap menjadi salah satu emerging market paling resilient (negara berkembang yang paling tangguh atau paling mampu bertahan) di tengah ketidakpastian global. Kunci keberhasilan investasi saat ini adalah fokus pada fundamental jangka panjang dengan strategi disiplin dan terukur. Dengan landasan makro yang kuat, Indonesia terus menawarkan peluang investasi yang menarik bagi pelaku pasar yang mampu menavigasi dinamika dengan bijak.
DISCLAIMER: INVESTASI MELALUI REKSA DANA MENGANDUNG RISIKO. SEBELUM MEMUTUSKAN BERINVESTASI, CALON INVESTOR WAJIB MEMBACA DAN MEMAHAMI PROSPEKTUS. KINERJA MASA LALU TIDAK MENJAMIN/ MENCERMINKAN INDIKASI KINERJA DI MASA YANG AKAN DATANG.
Reksa dana merupakan produk Pasar Modal dan bukan produk yang diterbitkan oleh Agen Penjual Efek Reksa Dana. PT Generasi Paham Investasi selaku Agen Penjual Efek Reksa Dana tidak bertanggung jawab atas tuntutan dan risiko pengelolaan portofolio reksa dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Investor wajib membaca dan memahami Laporan Kinerja Reksa Dana (Fund Fact Sheet) dan Prospektus dari produk yang diterbitkan oleh Manajer Investasi untuk kebutuhan informasi dan bukan merupakan suatu bentuk penawaran atau rekomendasi untuk membeli atau permintaan untuk menjual. Kinerja masa lalu tidak serta merta menjadi petunjuk untuk kinerja di masa mendatang, dan bukan juga merupakan perkiraan yang dibuat untuk memberikan indikasi mengenai kinerja atau kecenderungannya di masa mendatang.






