Key Takeaways
Sentimen Global:
- The Fed pangkas suku bunga 25 bps ke 3,75%-4,00%, terendah dalam 3 tahun
- AS-China capai kesepakatan dagang: tarif turun dari 57% ke 47%
- PMI China melemah ke 50,8;
- Jepang menguat signifikan (Nikkei +6,3%).
Sentimen Domestik:
- IHSG mengalami kenaikan 0,32% ke 8.275 meski foreign inflow Rp5,53 triliun
- Yield SUN 10 tahun naik ke 6,18%
- Rupiah melemah terbatas ke Rp16.640/USD
Sentimen Global: Antara Harapan Pemangkasan dan Awan Ketidakpastian
Dari Federal Reserve yang memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin ke level 3,75–4,00%, sesuai ekspektasi. Langkah The Federal Reserve menurunkan suku bunga menjadi sinyal penting bagi pasar global bahwa siklus pengetatan moneter resmi berakhir. Namun, nada hati-hati dari Jerome Powell menegaskan bahwa “pemangkasan lebih lanjut masih jauh dari pasti,” membuat pelaku pasar menahan diri dari euforia berlebih.
Powell menegaskan bahwa arah kebijakan berikutnya akan “data-dependent” artinya, keputusan pelonggaran lanjutan sangat bergantung pada laju inflasi dan kondisi tenaga kerja. Saat ini, inflasi AS memang mulai melandai, namun data ketenagakerjaan masih menunjukkan tanda-tanda pelemahan bertahap.
Kesepakatan dagang baru antara AS dan Tiongkok menambah sentimen positif, dengan pengurangan tarif impor dari 57% ke 47%, serta penghentian pembatasan ekspor mineral tanah jarang. Langkah ini mendorong kepercayaan pasar bahwa ketegangan geopolitik dua ekonomi terbesar dunia mulai mereda.
Namun, bagi investor global, ruang volatilitas masih terbuka lebar. Naiknya kembali yield obligasi AS dan lonjakan harga minyak menunjukkan bahwa ketidakpastian tetap menjadi faktor utama yang membentuk arah pasar hingga akhir tahun.
Sementara di Asia, PMI (Purchasing Manager Index) China sedikit melemah ke 50,8 (dari 51,2), menandakan ekspansi yang melambat. Namun Jepang justru mencatat penguatan signifikan dengan Nikkei 225 naik 6,31%, mencerminkan aliran dana yang beralih ke pasar Asia Timur di tengah ekspektasi stimulus lanjutan dari Beijing dan Bank of Japan.
Sentimen Domestik: Pasar Waspada, Fundamental Tetap Kuat
Di dalam negeri, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) pagi ini mengalami kenaikan tipis tipis 0,32% ke level 8.275, mencerminkan sikap hati-hati investor setelah sentimen global yang beragam. Meski begitu, investor asing masih mencatatkan net buy Rp5,53 triliun, menandakan kepercayaan terhadap stabilitas makro Indonesia.
Bank Indonesia tetap menahan BI Rate di 4,75% setelah tiga kali pemangkasan berturut-turut. Kebijakan ini menegaskan sikap cautious easing (strategi pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan secara hati-hati dan terukur oleh bank sentral) untuk memastikan stabilitas inflasi (2,86% yoy) dan nilai tukar tetap terkendali (Rp16.640/USD).
Pada pasar obligasi, yield SUN (Surat Utang Negara) 10 tahun naik ke 6,18%. Sektor finansial dan konsumsi masih menjadi penopang utama likuiditas, meski tekanan dari isu revisi metodologi free floa1t MSCI : yang digunakan oleh MSCI (Morgan Stanley Capital International) yang mana penentuan bobot saham dalam indeks berdasarkan kapitalisasi pasar yang dapat diperdagangkan secara bebas di pasar (free float market capitalization) sempat menekan sentimen jangka pendek.
Capital Market & Fund Performance


Ayovest Overview: Saatnya Rebalancing dengan Strategi Terukur
Ayovest menilai bahwa minggu terakhir Oktober menjadi titik transisi penting menuju siklus pelonggaran moneter yang lebih jelas di 2026. Langkah hati-hati Bank Indonesia di tengah ketidakpastian global menegaskan keseimbangan antara stabilitas dan dorongan pertumbuhan ekonomi. Bagi investor, fase ini menjadi momentum ideal untuk melakukan rebalancing portofolio secara strategis.
Instrumen seperti reksa dana pendapatan tetap masih menjadi pilihan rasional bagi investor konservatif dan moderat menawarkan imbal hasil stabil di tengah fluktuasi global. Momentum yield tinggi saat ini juga bisa dimanfaatkan sebelum potensi pelonggaran lebih lanjut menekan imbal hasil di tahun depan.
Sementara itu, bagi investor agresif, koreksi pasar saham justru membuka ruang akumulasi di sektor-sektor yang berpotensi diuntungkan dari penurunan suku bunga dan stimulus fiskal, seperti perbankan, konsumsi, dan infrastruktur.
Ayovest menegaskan bahwa ketidakpastian makro bukan alasan untuk berhenti berinvestasi, melainkan peluang untuk berstrategi dengan cerdas memperdalam riset, menjaga diversifikasi, dan menyeimbangkan antara risiko dan potensi imbal hasil. Seperti halnya arah kebijakan The Fed dan BI yang kini semakin terukur, investor pun perlu mengadaptasi portofolionya secara dinamis. Stabilitas bukan berarti berhenti bergerak, melainkan landasan untuk melangkah lebih pasti.
DISCLAIMER: INVESTASI MELALUI REKSA DANA MENGANDUNG RISIKO. SEBELUM MEMUTUSKAN BERINVESTASI, CALON INVESTOR WAJIB MEMBACA DAN MEMAHAMI PROSPEKTUS. KINERJA MASA LALU TIDAK MENJAMIN/ MENCERMINKAN INDIKASI KINERJA DI MASA YANG AKAN DATANG.
Reksa dana merupakan produk Pasar Modal dan bukan produk yang diterbitkan oleh Agen Penjual Efek Reksa Dana. PT Generasi Paham Investasi selaku Agen Penjual Efek Reksa Dana tidak bertanggung jawab atas tuntutan dan risiko pengelolaan portofolio reksa dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Investor wajib membaca dan memahami Laporan Kinerja Reksa Dana (Fund Fact Sheet) dan Prospektus dari produk yang diterbitkan oleh Manajer Investasi untuk kebutuhan informasi dan bukan merupakan suatu bentuk penawaran atau rekomendasi untuk membeli atau permintaan untuk menjual. Kinerja masa lalu tidak serta merta menjadi petunjuk untuk kinerja di masa mendatang, dan bukan juga merupakan perkiraan yang dibuat untuk memberikan indikasi mengenai kinerja atau kecenderungannya di masa mendatang.






