Key Takeways
Pasar Global
- Ekonomi AS tumbuh 3,8% YoY Q2 2025, melampaui ekspektasi 3,3%
- Inflasi PCE Agustus stabil di 2,7% YoY, masih di atas target The Fed
- Data tenaga kerja solid (klaim pengangguran turun ke 218 ribu), menekan ekspektasi rate cut agresif.
- Jepang : Yield obligasi bergerak variatif, inflasi Tokyo stabil di 2,5%, membuat BOJ tetap hati-hati
- Tiongkok : Ekspor murah mendorong surplus dagang besar, namun margin perusahaan tertekan. Hal ini meningkatkan kekhawatiran proteksionisme global
Pasar Domestik
- IHSG ditutup di 8.099 (+0,6% WoW) dengan tren bullish jangka menengah panjang.
- Rupiah melemah 0,82% dalam sepekan ke level Rp16.738/USD).
- Yield SUN tenor 5 & 10 tahun naik ke 5,57% (+18 bps) dan 6,42% (+12 bps), seiring depresiasi rupiah & net sell asing Rp5,9 triliun di SBN.
Pekan terakhir September ditutup dengan dinamika yang cukup beragam di pasar keuangan, baik global maupun domestik. Dari Amerika Serikat, rilis data ekonomi yang solid membuat langkah The Fed dalam memangkas suku bunga diperkirakan akan lebih berhati-hati. Sementara itu, dari dalam negeri, rupiah kembali tertekan hingga menembus Rp16.700 per dolar AS. Meski begitu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menunjukkan ketangguhannya dengan menembus level 8.099.
Simak ulasan lengkap dari Ayovest untuk memahami arah pasar ke depan.
AS: Ekonomi Kuat, The Fed Tetap Waspada
Biro Analisis Ekonomi AS (BEA) merevisi pertumbuhan ekonomi kuartal II menjadi 3,8% (annualized), di atas ekspektasi 3,3%. Belanja konsumen yang solid dan investasi korporasi menjadi mesin penggerak utama.
Namun, inflasi PCE Agustus tercatat 2,7% YoY, masih jauh dari target The Fed. Data ketenagakerjaan pun tetap tangguh: klaim pengangguran mingguan turun ke 218 ribu. Hal ini membuat pasar menilai pemangkasan suku bunga lebih lanjut akan berjalan hati-hati, meski probabilitas rate cut Oktober masih di kisaran 87,7%.
Domestik: Rupiah Melemah, BI Aktif Menahan
Di dalam negeri, rupiah melemah 0,82% WoW ke Rp16.738/USD. Faktor eksternal berupa penguatan dolar AS ditambah net sell asing di pasar obligasi sebesar Rp5,9 triliun menjadi penekan utama.
Bank Indonesia (BI) pun tak tinggal diam. Intervensi dilakukan lewat pasar spot, DNDF, hingga pembelian obligasi, demi meredam volatilitas. Namun, setelah memangkas suku bunga ke 4,75% bulan lalu, ruang kebijakan BI kini semakin sempit. Pelemahan rupiah berpotensi memicu volatilitas obligasi jangka pendek, meski dari sisi fundamental cadangan devisa Indonesia masih relatif kuat.
Obligasi: Yield Naik, Tapi Demand Lelang Tinggi
Yield obligasi pemerintah (SUN) pekan lalu naik:
- Tenor 5 tahun ke 5,57% (+18 bps WoW)
- Tenor 10 tahun ke 6,42% (+12 bps WoW)
Pelemahan rupiah dan aksi jual asing jadi pemicu. Namun menariknya, minat di lelang SUN tetap tinggi dengan total bid Rp98,5 triliun, jauh melampaui target Rp27 triliun. Pemerintah pun menyerap Rp33 triliun, sinyal bahwa pasar domestik masih solid.
Saham: IHSG Masih Perkasa
Meski rupiah melemah, IHSG justru menguat 0,6% WoW ke 8.099. Sentimen positif datang dari penguatan harga komoditas (emas dan tembaga), serta saham-saham konglomerasi yang menguat. reksadana saham masih menarik untuk horizon jangka panjang. Namun volatilitas jangka pendek akibat faktor eksternal harus diantisipasi dengan strategi disiplin, misalnya melalui Systematic Investment Plan (SIP).
Capital Market Overview & Fund Performance


Ayovest’s Wrap
Pekan ini memperlihatkan rupiah melemah, yield obligasi naik, namun IHSG bertahan di zona hijau, ini mengingatkan kita bahwa volatilitas adalah bagian inheren dari pasar keuangan, dan investor yang sukses adalah mereka yang mampu beradaptasi dengan dinamika yang terus berubah.
- Diversifikasi adalah perlindungan terhadap volatilitas sebuah aset dengan kombinasi Reksa Dana Pendapatan Tetap dan Reksa Dana Saham untuk mendapatkan potensi imbal hasil dari penurunan suku bunga terhadap instrumen obligasi dan saham. Jangan lupa bahwa Reksa Dana Pasar Uang bisa dijadikan bantalan likuiditas untuk kebutuhan mendesak dan dapat digunakan sebagai dana darurat. Sebaiknya tidak menaruh semua telur dalam satu keranjang.
- Rupiah Cost Averaging Tetap Relevan
Di tengah volatilitas, strategi investasi rutin (SIP-Sytematic Investment Plan) tetap menjadi pendekatan terbaik untuk mempersiapkan investasi sesuai tujuan keuangan kamu. Volatilitas adalah kesempatan untuk averaging down di harga yang lebih menarik.
DISCLAIMER: INVESTASI MELALUI REKSA DANA MENGANDUNG RISIKO. SEBELUM MEMUTUSKAN BERINVESTASI, CALON INVESTOR WAJIB MEMBACA DAN MEMAHAMI PROSPEKTUS. KINERJA MASA LALU TIDAK MENJAMIN/ MENCERMINKAN INDIKASI KINERJA DI MASA YANG AKAN DATANG.
Reksa dana merupakan produk Pasar Modal dan bukan produk yang diterbitkan oleh Agen Penjual Efek Reksa Dana. PT Generasi Paham Investasi selaku Agen Penjual Efek Reksa Dana tidak bertanggung jawab atas tuntutan dan risiko pengelolaan portofolio reksa dana yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Investor wajib membaca dan memahami Laporan Kinerja Reksa Dana (Fund Fact Sheet) dan Prospektus dari produk yang diterbitkan oleh Manajer Investasi untuk kebutuhan informasi dan bukan merupakan suatu bentuk penawaran atau rekomendasi untuk membeli atau permintaan untuk menjual. Kinerja masa lalu tidak serta merta menjadi petunjuk untuk kinerja di masa mendatang, dan bukan juga merupakan perkiraan yang dibuat untuk memberikan indikasi mengenai kinerja atau kecenderungannya di masa mendatang.